Pemerintah Berburu Pajak Sektor Informal
18 November 2024
Besarnya porsi ekonomi sektor informal disebut menyulitkan negara berkembang menggenjot pajak. Di sisi lain, pemerintah berkomitmen memburu pajak di sektor ini.
Bisnis.com, JAKARTA — LPEM UI menunjukkan negara berkembang kesulitan meningkatkan penerimaan pajak karena besarnya porsi aktivitas ekonomi sektor informal. Di sisi lain, pemerintah berkomitmen memburu pajak di aktivitas ekonomi sektor informal.
Dalam laporan bertajuk Indonesia Economic Outlook 2025, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM UI) menjelaskan pekerjaan/perusahaan informal bisa menyumbang hingga 40% aktivitas ekonomi di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Masalahnya, pekerjaan/perusahaan informal tidak tercatat dalam administrasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Akibatnya, negara dengan pangsa sektor informal yang tinggi akan kesulitan meningkatkan penerimaan PPN meski tarifnya ditingkatkan.
Apalagi, peningkatan tarif PPN memungkinkan pelemahan sektor formal yang sudah sedikit. Mengutip temuan De Paula & Scheinkman (2010), LPEM UI menjelaskan bahwa perusahaan formal akan lebih suka bertransaksi dengan perusahaan informal apalagi tarif PPN dinilai terlalu tinggi.
Dengan demikian, kewajiban PPN bisa dihindari karena perusahaan formal membeli bahan baku dari pemasok informal tanpa memperoleh faktur pajak.
“Tarif PPN maksimum dapat bergeser lebih rendah sebagai akibat dari meningkatnya informalitas di suatu negara,” tulis laporan LPEM UI, dikutip Minggu (17/11/2024).
Oleh sebab itu, LPEM UI memberi catatan kritis atas rencana pemerintah meningkatkan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025. Meski peningkatan tarif PPN dapat mendukung pemulihan fiskal pasca pandemi, namun juga dapat menurunkan daya beli masyarakat hingga menyebabkan peningkatan praktik penghindaran pajak.
Upaya Pemerintah
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sadar betul akan besarnya pangsa sektor informal di Indonesia. Oleh sebab itu, dia memastikan pemerintah akan memajaki aktivitas ekonomi bayangan atau shadow economy.
Sri Mulyani menjelaskan, ada tiga jenis aktivitas shadow economy. Pertama, ekonomi bawah tanah yang bertujuan untuk menghindari pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti lewat transfer pricing hingga underreporting.
Kedua, aktivitas ekonomi ilegal seperti judi online. Terkait ekonomi ilegal, Sri Mulyani menyatakan akan berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polhukam) Budi Gunawan.
Ketiga, aktivitas ekonomi informal seperti pedagang kaki lima hingga toko kelontong. Oleh sebab itu, Sri Mulyani menegaskan cara mengidentifikasi dan menindak berbagai aktivitas ekonomi tersebut akan berbeda-beda.
“Kita nanti akan secara bertahap melakukan pemetaan bersama-sama dengan menteri-menteri terkait dan dalam koordinasi para Menko,” jelasnya dalam konferensi pers di Kantor Ditjen Bea Cukai, Jakarta Timur, Kamis (14/11/2024).
Sementara itu, sambungnya, di internal Kementerian Keuangan yang akan mengurusi shadow economy tersebut yaitu Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu, Direktorat Jenderal Pajak, serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Ferry Irawan menyatakan pemerintah coba menggeser usaha informal menjadi formal lewat program kredit usaha rakyat (KUR).
Dalam konteks tersebut, sambungnya, pemerintah bekerja sama dengan bank penyalur KUR. Ferry menjelaskan, bank berkewajiban memberikan pelatihan hingga literasi keuangan kepada penerima KUR.
Dengan demikian, bank akan menjelaskan berbagai keuntungan program KUR agar pelaku usaha informal bisa menjadi formal. Salah satu keuntungan tersebut, ujar Ferry, adalah fasilitas BPJS.
“Kan karakteristik dari informal apa? Dia tidak terproteksi gitu kan. Beda dengan sistem formal yang ada perlindungan,” katanya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, dikutip Minggu (17/11/2024).
Sejalan dengan, berbagai program pelatihan dan pendampingan yang diberikan bank penyalur juga diharapkan akan membuat usaha penerima manfaat KUR semakin berkembang. Jika semakin berkembang maka secara bertahap usaha termasuk menjadi lebih formal.