Apakah Judi Online Cs Harus Dilegalkan Agar Pajak Shadow Economy Dapat Ditarik?

29 October 2024

Pemerintah ingin aktivitas ekonomi bayangan atau shadow economy seperti judi online turut dikenakan pajak. Apakah perlu melegalkan?

Bisnis.com

Selasa, 29 Oktober 2024 

 

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah ingin aktivitas ekonomi bayangan atau shadow economy turut dikenai pajak. Kendati demikian, apakah aktivitas shadow economy yang masih ilegal seperti judi online harus dilegalkan?

Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menjelaskan, shadow economy termasuk termasuk aktivitas-aktivitas ekonomi yang masih ilegal—bukan hanya aktivitas sektor informal.

Untuk itu, berbagai aktivitas ekonomi yang ilegal tersebut perlu ditertibkan terlebih dahulu oleh aparat penegak hukum. Bahkan, sambungnya, ada yang perlu dilegalkan agar dapat dipunguti pajaknya.

“Kalau dia usahanya ilegal seperti tambang ilegal atau ilegal logging maka alat penegak hukum harus masuk lebih dahulu. Dan kalau itu aktivitas yang masih ilegal seperti judi online, perlu dilegalkan dahulu,” ujar Fajry kepada Bisnis, Senin (28/10/2024).

Kendati demikian, Direktur Riset dan Konsultasi Fiskal Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji punya pendapat berbeda. Menurutnya, pemerintah hanya perlu memperketat Pajak Penghasilan Orang Pribadi alias PPh OP apabila pemerintah ingin memaksimalkan pendapatan negara melalui shadow economy.

“Masalah judi online dan kegiatan ilegal lainnya yang dikenakan pajak, ini bukan serta merta melegalkan. Prinsip pajak penghasilan di Indonesia—dan juga di banyak negara—adalah pemajakan atas segala tambahan kemampuan ekonomis dari manapun sumbernya,” ujar Bawono kepada Bisnis, Senin (28/10/2024).

Di samping itu, dia mengaku bahwa potensi penerima pajak dari shadow economy sangat besar. Mengutip temuan Medina dan Schneider (2018), Bawono mengatakan kontribusi shadow economy di Indonesia bisa mencapai 26.6% dari produk domestik bruto (PDB).

Hanya saja, dia menilai pemerintah punya pekerjaan rumah yang tidak sedikit. Bawono menilai, pertama-tama pemerintah harus mengidentifikasi berbagai aktivitas shadow economy seperti melalui sistem identitas yang terpadu.

“Adanya pemadanan NIK/NPWP, pertukaran informasi dengan lembaga lain, serta coretax system bisa menjadi peluang integrasi data yang lebih tajam serta memetakan aktivitas-aktivitas yang selama ini belum sepenuhnya terdeteksi dan/atau dilaporkan kepada otoritas,” jelasnya.

Keinginan Pemerintah

Sebagai informasi, keinginan pemerintah memajaki aktivitas shadow economy diungkapkan langsung oleh Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu. Secara khusus, Anggito menyoroti aktivitas judi online.

Dia menjelaskan, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang melakukan judi dengan bertaruh secara daring atau online betting seperti bertaruh soal skor sepak bola klub-klub Inggris maupun judi-judi dalam bentuk lainnya.

Masalahnya, sambung Anggito, masyarakat yang melakukan aktivitas shadow economy tersebut tidak melaporkan harta yang didapatkannya. Oleh sebab itu, dia mendorong Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) untuk lebih mengawasi aktivitas shadow economy tersebut.

“Sudah enggak kena denda, dianggap tidak haram, enggak bayar pajak lagi. Padahal kan dia menang itu. Kalau dia dapat winning itu kan nambah PPh [Pajak Penghasilan],” ungkapnya dalam Rapat Terbuka Senat: Puncak Dies Natalis ke-15 & Lustrum III Sekolah Vokasi UGM Tahun 2024, Senin (28/10/2024).

Anggito menyebutkan bahwa penghasilan yang didapatkan dari kegiatan tersebut tidak terekam radar pajak. Padahal, pendapatan pajak yang tidak tertagih dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghambat pembuatan program-program publik.

Bahkan, persoalan tersebut menjadi pembahasan dalam kegiatan retreat yang diselenggarakan Presiden Prabowo Subianto bersama menteri-menterinya di Magelang pada akhir pekan lalu.

“Kita membuka mata bahwa sebenarnya banyak underground economy yang tidak terdaftar, tidak terekam, dan tidak bayar pajak. Jadi yang kaya gitu yang kita ambil,” jelas Anggito.