Dijerat Penggelapan Pajak, Bos Rappler Sebut Siap Melawan

03 December 2018

CNN Indonesia | Senin, 03/12/2018 16:12 WIB

Jakarta, CNN Indonesia — Direktur Operasional dan Editor Eksekutif Rappler, Maria Ressa memutuskan menyerahkan diri ke pihak berwenang pada Senin (3/12), setelah surat perintah penangkapannya diterbitkan pada pekan lalu. Namun, dia menyatakan akan melawan seluruh tuduhan pemerintah Filipina yang dialamatkan kepadanya.

Ressa menyerahkan diri kepada pihak berwenang di pengadilan wilayah Kota Pasig, Manila. Namun, pengadilan memutuskan mengabulkan penangguhan penahanannya setelah dia membayar jaminan PHP60 ribu (sekitar Rp16,3 juta).

Surat perintah penangkapan terhadap Ressa diterbitkan karena dia dituding melakukan penggelapan pajak atas nama pribadi dan media massa yang dipimpinnya, Rappler. Namun, Ressa menganggap hal itu sebagai upaya Presiden Rodrigo Duterte mengintimidasi kebebasan pers. Sebab, Rappler kerap berseberangan dengan pemerintah dan keras mengkritik kebijakan perang narkoba berdarah ala Duterte.

“Kita perlu meminta pertanggungjawaban pemerintah, dan alasan saya berada di sini adalah untuk itu. Saya bukan seorang kriminal, tetapi saya telah diperlakukan seperti seorang kriminal. Kami merasa tak mendapatkan proses hukum yang selayaknya,” kata Ressa, seperti dikutip dari The Guardian, pada Senin (3/12).

“Saya cukup terkejut dengan langkah pemerintah yang begitu besar, hanya untuk menunjukkan kekuatannya ke pada Rappler,” tambah Ressa.

Walaupun surat perintah penahanan itu sudah terbit sejak 28 November, tetapi penangkapan Ressa baru dilakukan ketika ia kembali ke Filipina pada Minggu kemarin. Sebelumnya, ia sedang menghabiskan beberapa pekan perjalanan untuk menerima beberapa penghargaan bersama Rappler, termasuk penghargaan Knight International Journalism 2018 dan penghargaan prestisius Kebebasan Pers oleh Komite Perlindungan Wartawan (CPJ).

“Saya akan menantang prosesnya dan saya akan menantang tuduhan itu,” kata Ressa, beberapa saat setelah mendarat di Bandara Manila.

“Saya akan terus meminta pertanggungjawaban pemerintah” tambahnya.

Serikat Jurnalis Nasional di Filipina turut menyatakan, penangkapan Ressa hanya akan membenarkan kalau praktik demokrasi negara itu sudah sangat lemah di bawah pemerintahan yang sembrono, dan tak membuka ruang terhadap kritik dan kebebasan berekspresi.

Pekan lalu, Kementerian Kehakiman Filipina menyatakan ada lima dakwaan dugaan penipuaan pajak terhadap Rappler, di mana semua tuduhan dibantah Ressa. Atas tuduhan tersebut, Ressa terancam dipenjara hingga 10 tahun.

Langkah pemerintah Filipina semakin agresif terhadap media massa yang berseberangan. Mereka yang berani mengkritik pemerintah, khususnya terkait perang narkoba yang memakan puluhan ribu nyawa dua tahun lalu, mulai diperkarakan.

Rappler adalah salah satu media massa terkemuka Filipina yang menentang pembunuhan di luar proses hukum oleh polisi (ekstrayudisial), dalam perang narkoba. Karena sikap mereka, pemerintah Filipina mencari-cari kesalahan Rappler, yang kemudian menghasilkan tujuh penyelidikan oleh aparat setempat. Karena sentimen itu juga, pemerintah melarang wartawan politik Rappler memasuki area istana kepresidenan Filipina.