Ekonom Kritik Wamenkeu Anggito soal Pajak Judi Online

30 October 2024

Penarikan pajak dari shadow economy, seperti judi online, khawatir diartikan sebagai wacana pelegalan sejumlah aktivitas ilegal demi penerimaan negara.

Bisnis.com

Rabu, 30 Oktober 2024

 

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Center of Economic and Law Studies atau Celios, Nailul Huda mengkritisi pernyataan Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu yang mendorong agar aktivitas ekonomi bayangan atau shadow economy seperti judi online dikenai pajak.

Huda menilai, seorang pejabat negara sekelas Anggito tidak pantas memberi pernyataan yang bisa menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Menurutnya, pernyataan wakil dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati itu bisa diartikan sebagai wacana pelegalan judi online.

“Memang pajak tidak mengenal halal-haram, baik-buruk. Namun menjadikan yang buruk dan haram menjadi objek pajak, artinya mereka mengakui kegiatan tersebut legal di dalam negeri,” ujar Huda, dikutip pada Rabu (30/10/2024).

Dia berpendapat, pengenaan pajak bertolak belakang dengan semangat pemerintah memberantas judi online. Sejalan, Huda tidak melihat judi online bisa menambah penerimaan negara secara signifikan—sebaliknya malah menimbulkan efek sosial yang lebih negatif.

Lebih lanjut, Huda mengakui jika pemerintah dihadapi tantangan mencapai target pendapatan negara sebesar Rp3.005,1 triliun pada 2025. Kendati demikian, sambungnya, banyak upaya lain yang bisa dilakukan daripada mengenakan pajak terhadap aktivitas judi online.

“Para pelaku judi online akan berdalih mereka taat hukum karena mereka menyakini aktivitas ekonomi mereka diakui oleh negara. Ini yang sangat saya tentang,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Riset dan Konsultasi Fiskal Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menambahkan bahwa pemerintah tidak perlu melegalkan judi online apabila ingin menambah setoran pajak.

Menurutnya, pemerintah hanya perlu memperketat Pajak Penghasilan Orang Pribadi alias PPh OP apabila pemerintah ingin memaksimalkan pendapatan negara melalui shadow economy.

“Masalah judi online dan kegiatan ilegal lainnya yang dikenakan pajak, ini bukan serta merta melegalkan. Prinsip pajak penghasilan di Indonesia—dan juga di banyak negara—adalah pemajakan atas segala tambahan kemampuan ekonomis dari manapun sumbernya,” ujar Bawono kepada Bisnis, Senin (28/10/2024).

Keinginan Pemerintah Pajaki Shadow Economy

Sebagai informasi, keinginan pemerintah memajaki aktivitas shadow economy diungkapkan langsung oleh Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu. Secara khusus, Anggito menyoroti aktivitas judi online.

Dia menjelaskan, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang melakukan judi dengan bertaruh secara daring atau online betting seperti bertaruh soal skor sepak bola klub-klub Inggris maupun judi-judi dalam bentuk lainnya.

Masalahnya, sambung Anggito, masyarakat yang melakukan aktivitas shadow economy tersebut tidak melaporkan harta yang didapatkannya. Oleh sebab itu, dia mendorong Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) untuk lebih mengawasi aktivitas shadow economy tersebut.

“Sudah enggak kena denda, dianggap tidak haram, enggak bayar pajak lagi. Padahal kan dia menang itu. Kalau dia dapat winning itu kan nambah PPh [Pajak Penghasilan],” ungkapnya dalam Rapat Terbuka Senat: Puncak Dies Natalis ke-15 & Lustrum III Sekolah Vokasi UGM Tahun 2024, Senin (28/10/2024).

Anggito menyebutkan bahwa penghasilan yang didapatkan dari kegiatan tersebut tidak terekam radar pajak. Padahal, pendapatan pajak yang tidak tertagih dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghambat pembuatan program-program publik.

Bahkan, persoalan tersebut menjadi pembahasan dalam kegiatan retreat yang diselenggarakan Presiden Prabowo Subianto bersama menteri-menterinya di Magelang pada akhir pekan lalu.

“Kita membuka mata bahwa sebenarnya banyak underground economy yang tidak terdaftar, tidak terekam, dan tidak bayar pajak. Jadi yang kaya gitu yang kita ambil,” jelas Anggito.