KEBIJAKAN DEVISA HASIL EKSPOR Insentif yang Tak Selalu Manis
18 July 2023
Annasa R. Kamalina, Ni Luh Anggela, & Tegar Arief
Selasa, 18/07/2023
Bisnis – Dirilisnya PP No. 36/2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam memang menghadirkan asa soal stabilitas pasar keuangan domestik, terutama dari sisi nilai tukar. Akan tetapi, pelaku ekonomi pun masih cemas lantaran substansi mengenai insentif pajak masih kabur.n
Dirilisnya PP No. 36/2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam memang menghadirkan asa soal stabilitas pasar keuangan domestik, terutama dari sisi nilai tukar. Akan tetapi, pelaku ekonomi pun masih cemas lantaran substansi mengenai insentif pajak masih kabur.
Musababnya, beleid yang dipublikasikan pada pekan lalu itu masih belum menampung perincian tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final atas penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) oleh pelaku usaha.
Faktanya, dalam ketentuan terdahulu, yang merupakan beleid turunan dari PP No. 1/2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam skema tarifnya terbilang cukup rinci.
Tarif yang berlaku pun cukup beragam, yakni paling tinggi 10% dan terendah 0% alias dibebaskan dari PPh Final. (Lihat Infografik)
Celakanya, hingga detik ini pemangku kebijakan masih belum memiliki kepastian waktu penerbitan aturan turunan dari PP No. 36/2023 soal insentif perpajakan itu.
Sejumlah pejabat Kementerian Keuangan yang dihubungi Bisnis pun belum bisa memberikan penjelasan mengenai ada atau tidaknya perubahan tarif PPh Final dalam kebijakan DHE SDA terbaru.
Pun dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang tidak bisa memberikan penjelasan secara konkret soal ketentuan fiskal dalam kebijakan tersebut.
“Minggu ini harus selesai,” kata Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso, Senin (17/7).
Apabila dicermati lebih dalam, sejatinya ketentuan soal tarif PPh Final dalam DHE SDA yang tertuang pada ketentuan sebelumnya terbilang cukup detail dan ramah bagi dunia usaha.
Musababnya, otoritas fiskal memberikan ketentuan tarif yang berbeda dengan mengacu kepada durasi penempatan dana di perbankan, hingga mata uang yang diparkir di dalam negeri.
Meski demikian, faktanya masih ada pelaku usaha yang memarkir dananya di luar negeri meski jika ditempatkan di Indonesia pelaku usaha berpeluang mendapatkan pembebasan tarif.
Dari data Bank Indonesia (BI), per kuartal kedua tahun lalu nilai penerimaan DHE melalui bank devisa luar negeri mencapai US$2,6 miliar. Pun dengan pada 2021 sepanjang Januari—Oktober penerimaan DHE secara nominal melalui bank devisa luar negeri mencapai US$6,4 miliar.
Memang, apabila disandingkan dengan penempatan pada bank domestik, angka itu tidak seberapa. Bank sentral mencatat penempatan DHE di bank domestik mencapai di atas 90% dalam setiap periode.
Akan tetapi, masih adanya dana yang diparkir di luar negeri itu pun patut menjadi catatan bagi pemangku kebijakan untuk menyusun instrumen kebijakan yang cermat, sehingga bisa sepenuhnya diparkir di Tanah Air.
Dalam konteks perpajakan, ada sederet dalih yang bisa menjadi pembenaran bagi pelaku usaha untuk tidak menempatkan devisa hasil ekspornya dalam bentuk deposito di dalam negeri.
Alasan terkuat dan yang masih menjadi tantangan adalah transparansi pajak dan korelasinya dengan praktik penghindaran pajak.
Apabila dana itu diparkir di dalam negeri, tentu otoritas terkait memiliki data soal penghasilan yang diterima, serta nilai nominal dalam setiap transaksi.
Sejalan dengan itu, otoritas pajak pun memiliki dasar yang kuat untuk mengutak-atik instrumen dalam rangka mengoptimalisasi penerimaan.
Dalam kaitan inilah kemudian lahir semangat untuk tetap menempatkan dananya di negara lain alias praktik penghindaran pajak.
Apalagi, jika negara lain menerapkan kebijakan pembebasan pajak alias tarif 0% untuk memancing devisa dari Indonesia. Tentu ini menjadi pemanis yang menggiurkan bagi eksportir.
BASIS PAJAK
Tak hanya potensi penerimaan dalam jangka pendek, pemerintah pun menghadapi risiko jangka panjang apabila praktik semacam ini masih langgeng, yakni tergerusnya basis pajak.
Inilah kemudian yang memaksa otoritas fiskal untuk lebih cermat dalam meracik skema tarif bagi eksportir hasil alam.
Apalagi, kalangan pelaku usaha pun memiliki catatan soal kebijakan terbaru yang memandang adanya kewajiban parkir selama 3 bulan akan memengaruhi perputaran modal dunia usaha. Kritik ini muncul lantaran kebijakan DHE terbaru turut menyasar lini bisnis budi daya.
Pebisnis juga meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali penerapan aturan ini kepada eksportir yang telah mengonversi devisanya ke dalam rupiah.
Dengan demikian, eksportir dapat menggunakan sepenuhnya devisa tersebut untuk keperluan pembelian bahan baku dan biaya operasional.
“Kewajiban penempatan DHE SDA selama 3 bulan akan menjadi permasalahan serius bagi pengusaha,” kata Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) Safari Azis.
Tak sedikit eksportir yang mengeluhkan kebijakan tersebut. Akan tetapi, pemerintah masih memiliki trik untuk mengefektifkan kebijakan itu, sehingga dana yang diparkir lebih besar.
Caranya adalah dengan memainkan instrumen pajak dengan tarif yang jauh lebih ramah, sehingga menambah daya pikat bagi pelaku usaha.
Namun demikian, dalam rangka menjaga keadilan pemangku kebijakan juga wajib menyiapkan sanksi teknis yang lebih tegas.
Mengacu kepada ketentuan sebelumnya, ada banyak sanksi yang disiapkan pemerintah.
Pertama, eksportir yang tidak menempatkan DHE SDA ke dalam rekening khusus dalam jangka waktu setelah bulan pendaftaran pabean ekspor dikenakan denda 0,5%.
Kedua, dalam hal eksportir menggunakan DHE SDA pada rekening khusus DHE SDA untuk pembayaran bea keluar dan pungutan lain di bidang ekspor, pinjaman, impor, serta keuntungan dividen atau keperluan lain dari penanaman modal dikenakan sanksi 0,25%.
Ketiga, eksportir yang tidak membuat escrow account atau tidak memindahkan escrow account di luar negeri pada bank yang melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing eksportir dikenakan sanksi administratif berupa penundaan pelayanan kepabeanan di bidang ekspor.
Editor : Tegar Arief