Pajak Minimum Global Berlaku pada 2025, Menteri Rosan Minta Investor Tak Perlu Risau
04 November 2024
Minggu, 03 November 2024
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah resmi memperpanjang fasilitas tax holiday untuk industri pionir hingga Desember 2025.
Beleid tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 69 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
Seiring dengan pemberian fasilitas tax holiday tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menambah ketentuan mengenai pajak minimum global dalam beleid baru tersebut.
“Bahwa untuk menerapkan kebijakan pajak minimum global yang akan berdampak pada pemberian fasilitas pajak penghasilan badan, perlu dilakukan penyesuaian ketentuan pemberian fasilitas pengurangan pajak penghasilan,” bunyi ayat pertimbangan dalam beleid tersebut, dikutip Minggu (3/11).
Merujuk pasal 15 A, Wajib Pajak yang telah memperoleh penetapan keputusan pemanfaatan fasilitas tax holiday dan termasuk ke dalam lingkup Wajib Pajak tertentu sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai pajak minimum global terhadap grup perusahaan multinasional di Indonesia, Wajib Pajak dimaksud dikenai pajak tambahan minimum domestik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
“Pengenaan pajak tambahan minimum domestik sebagaimana dimaksud (..) diberlakukan termasuk terhadap Wajib Pajak yang telah memperoleh keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebelum berlakunya peraturan menteri keuangan ini,” bunyi Pasal 15A ayat (2).
Menanggapi hal tersebut, Menteri Investasi dan Hilirisasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani mengatakan bahwa pengenaan pajak minimum global atau global minimum tax (GMT) ini akan berdampak kepada sektor investasi.
Kendati begitu, sama seperti negara lainnya, Indonesia memang harus menjalankan kebijakan tersebut. Hal ini dikarenakan pemerintah tidak ingin penghasilan wajib pajak yang tidak dipajaki Indonesia tidak dikenakan top-up tax oleh negara asalnya, sehingga hak atas pajak tetap diperoleh Indonesia.
“Kita sampaikan apabila global minimum tax ini diberlakukan, kalau kita memungut pajak 15%, negara yang bersangkutan yang akan memungut. Jadi asas manfaatnya tidak di kita,” ujar Rosan dalam Konferensi Pers di Jakarta, Minggu (3/11).
Rosan meminta para investor tidak khawatir atas pemberlakuan pajak minimum global. Pasalnya, pemerintah akan tetap memberikan insentif dalam bentuk lain untuk mengompensasi kebijakan global tersebut.
“Tapi tidak usah khawatir, kita bisa memberikan insentif dalam bentuk lain, sehingga tax holiday yang 15% itu bisa dikompensasi dalam bentuk lain, sejauh kita mengacu ke peraturan,” katanya.
Di sisi lain, Rosan menilai kebijakan pajak minimum global jika tidak akan terlalu memberikan dampak terhadap perusahaan domestik.
“Kepada perusahaan domestik tidak usah khawatir, karena yang menarik itu kan negara yang bersangkutan. Tapi kalau negara asalnya Indonesia, tentu kami bisa tetap memberlakukan tax holiday,” terang Rosan.
“Jadi ini sebenarnya untuk mendorong untuk perusahaan domestik untuk berinvestasi lebih banyak di Indonesia terutama yang layak menerima tax holiday,” imbuhnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono menyebut bahwa Indonesia bisa mendapatkan penerimaan pajak yang signifikan apabila menerapkan pajak minimum global.
Berdasarkan hitungannya, Indonesia bisa mendapatkan penerimaan pajak sekitar Rp 3,8 triliun hingga Rp 8,8 Triliun dari implementasi pajak minimum global tersebut.
“Berdasarkan analisis dampak ke Indonesia, penerapan pajak minimum global ini akan menghasilkan penerimaan pajak sekitar Rp 3,8 Triliun hingga Rp 8,8 Triliun, terutama melalui pajak tambahan minimum domestik yang memenuhi syarat,” ujar Thomas dalam International Tax Forum 2024, Selasa (24/9).