Ternyata! Ini Alasan DJP Ubah Hitungan Tarif Pajak Karyawan
27 November 2023
NEWS – Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
27 November 2023
CNBC Indonesia – Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengungkapkan alasan dibalik pengubahan formula hitungan pemungutan dan pemotongan tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 Karyawan atau PPh 21.
Suryo menekankan pengubahan penghitungan yang nantinya menggunakan tarif efektif rata-rata (TER) akan membuat penghitungan pemotongan dan pemungutan PPh 21 akan lebih mudah dan minim kelebihan bayar, seperti selama ini.
“Jadi mulai tahun depan Insyaallah kita mulai metode pemungutan PPh pasal 21 dengan tarif efektif rata-rata, yang lebih simpel, mudah, dan lebih beri kepastian bagi si pemotong ataupun pemungut PPh 21 itu,” kata Suryo dikutip dari keterangannya, Senin (27/11/2023).
Saat memperkenalkan metode TER pada Januari 2023, Suryo mengungkapkan bahwa skema pemotongan dan pemungutan PPh 21 yang dilakukan oleh pemberi kerja selama ini terbilang kompleks karena adanya penerapan tarif pajak progresif, hingga ketentuan penghasilan tidak kena pajak (PTKP).
Dengan skema yang lama itu, Suryo mencatat setidaknya ada 400 skenario pemotongan penghasilan dari pekerjaan, usaha, dan kegiatan yang diterima wajib pajak orang pribadi. Ini dianggapnya membingungkan dan memberatkan Wajib Pajak.
“Nah ini kami sedang berpikir kira-kira bisa enggak bikin model perhitungan yang lebih sederhana menggunakan tarif yang efektif, kira-kira untuk perhitungan pemungutan dan pemotongan tarif PPh Pasal 21,” kata Suryo di kantornya saat itu.
Penerapan TER pada 2024 akan menggunakan rancangan Peraturan Pemerintah (PP) yang saat ini sudah tahap finalisasi dan tinggal menunggu tanda tangan Presiden Joko Widodo, lalu juga akan menggunakan dasar hukum Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang tinggal ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani.
“Aturan pelaksanaannya, PMK sudah kami siapkan dan Insyaallah mulai masa Januari 2024 sekiranya semua bisa terlaksana dengan baik, tertandatangani dan terpublikasikan, mulai dapat kami jalankan dengan baik,” tegas Suryo.
Adapun rancangan mekanisme penghitungan pemotongan terbaru itu ialah TER × Penghasilan Bruto untuk masa pajak selain masa pajak terakhir. Masa pajak terakhir menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dalam Undang-undang PPh, atas jumlah penghasilan bruto, dikurangi biaya jabatan/pensiun, iuran pensiun dan penghasilan tidak kena pajak PTKP.
Tarif efektif ini sudah memperhitungkan PTKP bagi setiap jenis status PTKP seperti tidak kawin, kawin, serta kawin dan pasangan bekerja, dengan jumlah tanggungan yang telah atau belum dimiliki. Maka, DJP juga akan membuat buku tabel PTKP yang mengacu pada Bab III Pasal 7 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Dalam tabel itu akan disusun ke bawah jenis status PTKP seperti Tidak Kawin, Kawin, Kawin dan Pasangan bekerja. Kemudian disusun ke samping jumlah tanggungan dengan keseluruhan digunakan simbol TK/0 – TK/3, K/0 – K/3, serta K/I/0 – K/I/3. Sedangkan nominalnya untuk TK/0 sebesar Rp 54 juta, K/0 Rp 58,5 juta, dan K/I/0 Rp 108 juta.
Berdasarkan UU HPP, tarif PPh orang pribadi sendiri telah ditetapkan sebanyak 5 tarif dari yang sebelumnya dalam UU PPh 4 tarif. Penambahan satu lapisan tarif dalam UU HPP untuk penghasilan tertinggi, yaitu Rp 5 miliar ke atas dikenakan tari 35%.
Dengan demikian tarif PPh yang berlaku saat ini untuk penghasilan setahun sampai dengan Rp 60 juta sebesar 5%, di atas Rp 60 juta sampai dengan Rp 250 juta 15%, Rp 250 juta sampai Rp 500 juta 25%, Rp 500 juta sampai Rp 5 miliar 30%, dan di atas Rp 5 miliar 35%.